TANGGAPAN ATAS KOMENTAR
Oleh: Kyai Asnawi Ridwan ( Wakil sekretaris lbm-pbnu )
Beberapa hari setelah saya menulis sedikit ulasan tentang hukum menggaungkan ya lal wathon pada saat melaksanakan sai, ternyata banyak sekali memunculkan beragam tanggapan. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya akan memberikan komentar terkait hal tersebut:
1.Terima kasih atas segala tanggapannya baik yang setuju ataupun yang tidak setuju. Saya sangat berbahagia karena hal ini menandakan bahwa budaya berdialog dan berdiskusi dengan berbasis kajian ilmiah tidak luntur di Negara kita meski sempat diusik oleh hiruk pikuk politik yang dapat menyulut kebencian antar sesama elemen bangsa.
2.Mohon maaf saya tidak merespon secara cepat atas tanggapan tersebut, karena ada kesibukan lain. Dalam dua hari ini ada diskusi dengan tim DSN MUI di Bandung, dan baru sampai rumah tadi malam.
3.Karena didorong oleh banyak rekan untuk menanggapi komentar tersebut, insyaallah saya akan menulis secara bertahap satu persatu. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat dan maunah kepada saya, anda semua, dan bangsa Indonesia raya.
BEBERAPA SAHABAT NABI MELANTUNKAN SYI’IR MIRIP YA LAL WATHON SEWAKTU THAWAF ATAU SAI
Syi’ir merupakan untaian kata yang disusun serapi mungkin dan seindah mungkin untuk menyampaikan sesuatu yang ada dalam benak hati dan pikiran seseorang. Maka tidak perlu heran apabila syiir dengan tema pujian pada Allah atau segala ciptaanNya termasuk kalam hasan dan menurut banyak ulama’ fiqh menghukumi sunah. Sebagaimana aturan tata cara berdzikir pada umumnya, bersyiir juga dilarang apabila dilantunkan tatkala berada di tempat yang najis atau menjijikkan atau saat melakukan perbuatan haram atau makruh.
Selain ketentuan tersebut, tentu saja sangat dianjurkan. Baik di dalam masjid atau di luar masjid meskipun ada bentuk ibadah lain yang lebih utama disesuaikan dengan tempat dan waktunya. Contoh sewaktu berada di dalam masjid, tentu yang paling utama adalah melaksanakan ibadah shalat lantas membaca alqur’an namun tidak berarti dilarang menggaungkan syi’ir ya lal wathon atau syi’ir yang lain. Demikian pula saat menjalankan thawaf dan sai. Memang yang paling utama adalah memperbanyak doa lantas bertakbir, namun bukan berarti dilarang untuk diselipi dengan pujian syiir yang baik termasuk ya lal wathon. Sebenarnya hal ini sudah saya singgung pada tulisan awal lalu, namun sayang sekali ada yang tidak memperhatikan secara serius.
Berikut beberapa dalil yang menunjukkan bahwa beberapa sahabat juga bersyiir sewaktu thawaf atau sai dan tidak ada larangan dari Rasulullah SAW.:
1.Abu Ahmad RA. melantunkan syiir sewaktu thawaf:
أخبار مكة للفاكهي (3/ 256)
حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي سَلَمَةَ، قَالَ: ثنا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ، قَالَ: ثنا عَبْدُ الْعَزِيزِ الزُّهْرِيُّ، عَنِ ابْنِ أَخِي ابْنِ شِهَابٍ الزُّهْرِيِّ، وَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ ثَعْلَبَةَ، قَالَ " كَانَتْ أُمَيْمَةُ بِنْتُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عِنْدَ جَحْشِ بْنِ رِئَابِ بْنِ يَعْمَرَ بْنِ صَبِرَةَ بْنِ مُرَّةَ بْنِ كَثِيرِ بْنِ غَنْمِ بْنِ دُودَانَ بْنِ أَسَدِ بْنِ خُزَيْمَةَ، فَوَلَدَتْ لَهُ عَبْدَ اللهِ، وَأَبَا أَحْمَدَ الْأَعْمَى، وَاسْمُهُ مُحَمَّدٌ، وَعُبَيْدَ اللهِ الَّذِي تَنَصَّرَ بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ، وَزَيْنَبَ الَّتِي كَانَتْ تَحْتَ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ، ثُمَّ خَلَفَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَفِيهَا أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا} [الأحزاب: 37] ، وَحَمْنَةَ بِنْتَ جَحْشٍ، وَأُمَّ حَبِيبَةَ بِنْتَ جَحْشٍ [ص:293] وَأَبُو أَحْمَدَ الَّذِي كَانَ يَقُولُ، وَكَانَ شَاعِرًا، وَهُوَ يَطُوفُ أَسْفَلَ مَكَّةَ وَأَعْلَاهَا بِغَيْرِ قَائِدٍ:
يَا حَبَّذَا مَكَّةَ مِنْ وَادِي ... أَرْضٌ بِهَا أَهْلِي وَعُوَّادِي
أَرْضٌ بِهَا أَمْشِي بِلَا هَادِي
2. Ibnu Ummi Maktum melantunkan syiir sewaktu thawaf atau sai:
أخبار مكة للأزرقي (2/ 154)
قَالَ: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: سَمِعْتُ طَلْحَةَ بْنَ عَمْرٍو، يَقُولُ: قَالَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، وَهُوَ آخِذٌ بِخِطَامِ نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ يَطُوفُ:
حَبَّذَا مَكَّةُ مِنْ وَادِي ... بِهَا أَرْضِي وَعُوَّادِي
بِهَا تَرْسَخُ أَوْتَادِي ... بِهَا أَمْشِي بِلَا هَادِي "
قَالَ دَاوُدُ: وَلَا أَدْرِي يَطُوفُ بِالْبَيْتِ أَوْ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ "
Penjelasan: Sangat aneh jika ada yang berstatement bahwa bersyiir hanya diperbolehkan sewaktu thawaf. Apabila memang memiliki sedikit pondasi pemahaman ushul fiqh dari kalangan ahlu sunnah wal jamaah, tentu mengenal konsep qiyas aulawi para mujtahid. Dengan pola manhaj, sewaktu thawaf diperbolehkan tentu sewaktu sa’I juga boleh. Karena thawaf berada di dalam area masjid sedangkan lokasi sa’I berada di luar masjid. Bila kemampuan analisanya hanya berkutat tekstual, bacalah hadits di atas. Imam Dawud masih ragu tentang kisah lengkap hadits tersebut, apakah sewaktu thawaf atau sa’i. artinya, hadits itu bisa dianalogkan sedang thawaf dan sa’i.
3. Sayyidina Abu Bakar RA. melantunkan syiir sewaktu thawaf:
أخبار مكة للفاكهي (1/ 302)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ: ثنا أَبُو سَعِيدٍ مَوْلَى بَنِي [ص:303] هَاشِمٍ قَالَ: ثنا سَعِيدُ بْنُ مُسْلِمِ بْنِ بَانَكَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، سَمِعَهُ مِنْهُ قَالَ: " إِنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَهُوَ يَقُولُ
يَا حَبَّذَا مَكَّةَ مِنْ وَادِي ... أَرْضٌ بِهَا أَهْلِي وَعُوَّادِي
فَمَرَّ بِهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى مَنْكِبِهِ، فَقَالَ: " اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ " فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: " اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ "
Penjelasan: Hadits ini tidak bisa diartikan sebagai sebuah teguran atau larangan dari Rasulullah SAW. kepada sayyidina Abu Bakar. Sebab bila Rasul ingin melarang sahabatnya, tentu akan bersabda: لا تقل karena dalam konsep ushul fiqh sudah dijelaskan, bila kemungkaran sedang dijalankan, maka cara menunjukkannya dengan mengucapkan kalam nahi. Juga, ada hadits lain yang menceritakan ketika sahabat bersyiir ternyata Rasulullah mengizinkannya. Bahkan ada riwayat yang menyebutkan tentang bangganya Rasulullah dengan syiir sahabat tersebut. ( silahkan baca kitab: بحر المذهب للرويانى ج:3 ص: 483 .
Pemahaman yang benar, hadits ini menunjukkan bahwa membaca takbir sewaktu thawaf lebih utama dibandingkan melantunkan syi’ir.
Keterangan tambahan:
1.Terjemah dari syiir tersebut adalah:
حَبَّذَا مَكَّةُ مِنْ وَادِي ... بِهَا أَرْضِي وَعُوَّادِي
بِهَا تَرْسَخُ أَوْتَادِي ... بِهَا أَمْشِي بِلَا هَادِي
“ Sungguh indah kota Mekahku…. Di dalam jurangpun bisa dihuni keluarga dan kaumku
Langkah kakikupun terasa ringan….meski tanpa sang penerang jalan ( bulan purnama ).
2.Memuji ciptaan Allah berarti memuji sang penciptanya.